Home » , » Berdiri Diantara Dua Blok : Pengorbanan Soekarno Untuk Indonesia

Berdiri Diantara Dua Blok : Pengorbanan Soekarno Untuk Indonesia

Presiden RI Soekarno saat melakukan inspeksi pasukan
I. Pendahuluan
Mungkin tidak banyak orang yang tahu tentang apa yang melatar belakangi kebijakan politik Soekarno yang di kenal berani frontal dalam menentukan nasib rakyat Irian Barat melalui Trikora yang kemudian di lanjutkan dengan Dwikora sebagai upaya Indonesia mendongkel Inggris dari tanah persekutuan melayu (Malaysia).
Seperti yang kita ketahui, Trikora dan Dwikora adalah perjuangan politik Indonesia yang di lakukan lewat sebuah konfrontasi total dengan pengerahan kekuatan militer keperbatasan sebagai jawaban Indonesia atas kebuntuan politik yang dialaminya. Konfrontasi ini bersifat tertutup karena sebelumnya Indonesia tidak pernah mengumumkan pengerahan militer secara terbuka seperti layaknya perang konvensional pada umumnya.

Tidak sedikit dunia Internasional sering di buat tercengang dengan setiap langkah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno dimana dalam memperjuangkan suatu kebijakan poltik selalu di ikuti dengan pengerahan militer. Apalagi yang dihadapinya rata – rata adalah Negara yang tergabung dalam NATO dan SEATO di bawah kendali Amerika Serikat (AS).

Lantas apa yang membuat Soekarno sangat berani membawa Indonesia berhadapan dengan Negara koalisi yang sudah pasti jauh lebih kuat daripada Indonesia ?

Dalam sebuah diskusi non formal penulis pernah mendapatkan jawaban yang beraneka macam dari para pesertanya, tapi tidak ada satupun jawaban yang dapat melegakan hati penulis sehingga penulis perlu melakukan suatu kajian tersendiri tentang perihal yang melatar belakangi keberanian Soekarno membawa bangsa Indonesia berhadapan dengan negara koalisi yang jauh lebih modern saat itu.

Karena setting dari kajian ini menyangkut peristiwa Trikora dan Dwikora maka tidak ada salahnya bila penulis mencoba mengawalinya dari tahun 1949 dimana waktu itu Indonesia sedang berunding dengan Belanda membahas status Republik Indonesia dan Irian Barat di Den Haag Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB).

II. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundara atau yang disingkat KMB di gelar oleh Pemerintah Indonesia dengan Pemerintahan Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November tahun 1949, KMB di gelar dikarenakan adanya tekanan dunia internasional terkait usaha Belanda meredam kemerdekaan Indonesia lewat jalan kekerasan. Sebelumnya kedua negara sudah pernah melakukan beberapa kali pertemuan seperti Perundingan Linggarjati (1946), Perjanjian Renville (1947 – 1948) dan Perjanjian Roem – Van Roijem (1949) namun Belanda terus mengingkarinya, hingga akhirnya keduanya kembali duduk di meja perundingan di Den Haag Belanda dalam sebuah Konferensi Meja Bundar (KMB). Dalam KMB ini Belanda setuju dengan di bentuknya Republik Indonesia Serikat yang mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda kecuali Irian Barat. Belanda menganggap secara antropologi Irian barat tidak memiliki kesamaan suku dan ras dengan Indonesia sehingga bagaimanapun juga Irian Barat harus tetap menjadi milik Belanda. Pendapat Belanda ini kemudian mendapat tentangan keras dari Indonesia dimana sejak di proklamasikan kemerdekaan  Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia berhak atas seluruh wilayah bekas jajahan Belanda dari Sabang sampai Meraoke.

Perundingan di Den Haag Belanda berjalan alot, hingga akhirnya tanggal 2 November 1949 keduanya sepakat dengan menghasilkan 4 point perjanjian :

1. Belanda Mengakui disahkannya Republik Indonesia Serikat (RIS)
2. Belanda mengakui seluruh wilayah kedaulatan RIS kecuali Irian Barat yang akan di bahas kembali setelah 1 tahun berikutnya.
3. Di bentuknya persekutuan Indonesia – Belanda yang di sebut Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negaranya.
4. Pengambil alihan seluruh hutang Hindia Belanda oleh RIS

Tapi setelah lewat 1 tahun sesuai dengan kesepakatan KMB ternyata Belanda masih tidak ingin menyerahkan Irian Barat kepada RIS. Tanggal 24 Maret 1950 kembali diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni Indonesia - Belanda. Dalam konferensi ini diputuskan untuk membentuk suatu komisi yang beranggotakan wakil - wakil dari Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki permasalahan Irian Barat. Namun dalam komisi ini ternyata tetap saja tidak menghasilkan penyelesaian sama sekali terkait status Irian Barat. Kemudian tahun 1952 dan 1954 juga demikian tidak adanya titik temu antara Belanda dengan Indonesia.

Gagal lewat hubungan Bilateral kemudian Indonesia membawa permasalah Irian Barat ke PBB untuk diselesaikan secara Regional, bahkan termasuk mencari dukungan negara – negara Asia – Afrika. Akan tetapi semua itu tidak membuahkan hasil sama sekali bagi Indonesia. Sebaliknya, selama Indonesia memperjuangkan status Irian Barat, Belanda secara militer diam - diam meningkatkan kekuatannya termasuk mendatangkan kapal Induk Kareel Doorman ke Irian Barat. Sikap Belanda yang dianggap keras kepala ini akhirnya memancing kemarahan Soekarno dan melakukan tekanan politik lewat kekuatan militer. Bukan itu saja, dengan penerbitan UU No 86 tahun 1958 Soekarno juga melakukan tekanan lewat ekonomi yaitu menasionalisasi seluruh asset Belanda yang ada di Indonesia. Sikap Soekarno terkait sikap Belanda ini di kemukakan dengan tegas pada pidatonya tanggal 17 Agustus 1958.

“Jika Belanda tetap membandel dalam persoalan Irian Barat tamatlah riwayat semua modal Belanda dan konco – konconya, imperialis tentu akan geger, marah oleh keputusan kita ini dan kegegeran mereka itupun harus kita layani di dunia Internasional”

Indonesia perlu bersikap keras kepada Belanda karena permasalahan Irian Barat bagi Soekarno sudah dianggap deadlock sehingga harus menempuh “jalan lain”. Tentang jalan lain yang di kemukakan oleh Soekarno telah membuat dunia Internasional melakukan banyak spekulasi terkait rencana Soekarno menyelesaikan Irian Barat termasuk Belanda yang secara diam – diam juga terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan Indonesia. Namun dikarenakan perekonomian Indonesia yang saat itu masih tidak stabil serta belum dimilikinya militer yang memadai maka  Belanda menganggapnya sebagai “gertakan” biasa.

Demi meyakinkan Belanda dan dunia internasional tentang jalan lain yang di maksud Indonesia pada tanggal 23 September 1960 Indonesia mengirimkan sebuah tim kecil untuk melakukan misi militer dalam rangka mencari dan melakukan pembelian senjata guna  memperkuat Angkatan Perang Indonesia. Sebenarnya dalam kurun waktu 1958 dan 1959 Indonesia sudah melakukan berbagai pembelian senjata dari Polandia, Cekoslovakia, Yugoslavia, AS sampai dengan Eropa Barat namun beberapa negara yang tergabung dalam NATO menghentikan proses pembelian tersebut karena adanya pemberontakan PRRI/Permesta di Indonesia. Dengan adanya penghentian penjualan senjata oleh NATO maka dengan terpaksa Indonesia mengalihkan pembeliannya ke Blok Timur.

III. Perjanjian Indonesia – Uni Soviet
Selama ini kita tahu sekitar tahun 60’an Indonesia pernah mendapat kiriman persenjataan dari blok timur seperti kapal selam, kapal penjelajah, pesawat bomber, pesawat tempur sampai dengan pesawat angkut. Tapi dari sekian banyaknya kiriman senjata sangat sedikit di ketahui oleh publik tentang bagaimana proses yang terjadi antara Indonesia – Uni Soviet waktu itu. Kalau hanya lewat lobi tanpa ada deal tentu mustahil bagi Uni Soviet mengirimkan begitu banyak persenjataan strategisnya kepada Indonesia apalagi Indonesia pernah memiliki track record  buruk dimata Uni Soviet tahun 1948 dimana partai komunis pada waktu itu di tumpas habis oleh Indonesia di bawah pimpinan Soekarno saat hendak mendirikan Negara Republik Soviet Indonesia (RSI).

Deal antara Indonesia – Uni Soviet inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal partai komunis di Indonesia dapat berkembang pesat di bawah Soekarno dan membuka gerbang konfrontasi ke dua antara Indonesia – Inggris di tanah persekutuan melayu (Malaysia) yang dikenal Dwikora. Berikut deal yang terjadi antara Indonesia – Uni Soviet :

1. Indonesia harus memberikan perlindungan, kebebasan serta tidak menghalang – halangi perkembangan Partai Komunis di Indonesia yaitu PKI.
2. Indonesia harus memprakarsai pengusiran inggris dan sekutunya yang di personifikasikan sebagai Nekolim dari wilayah Malaysia dan singapura.

(Keterangan diatas didapat dari percakapan Mayjen (purn) Samsudin dengan Alm. Jenderal (purn) M. Panggabean)

Awalnya Soekarno merasa berat dengan adanya dua syarat yang di ajukan pihak Uni Soviet, namun Irian Barat bagaimanapun juga harus di rebut dari Belanda. Setelah melewati pertimbangan yang matang, Soekarno mensetujui persyaratan yang di berikan oleh pihak Moskow untuk turut membesarkan partai komunis di Indonesia sekaligus membantu penyebaran komunis di kawasan Asia Tenggara. Sungguh dilematis memang bagi seorang Soekarno yang nasionalis sejati. Tentu masih ingat Soekarno ketika PKI berupaya menggulingkan dirinya pada tahun 1948 di Madiun yang dipimpin oleh Muso, selain itu PKI juga musuh bagi AD yang dianggapnya berkhianat saat bangsa Indonesia tengah menghadapi Agresi Belanda ke II hingga menyebabkan pergolakan politik yang hebat pada masa itu dengan jatuhnya korban yang tidak sedikit di rakyat.

Kemudian terkait upaya yang akan memprakarsai pengusiran Inggris dan sekutunya di wilayah Malaysia dan Singapura tentu saja akan menyeret Indonesia yang masih belum sembuh dari kejatuhan ekonominya akan berdampak sangat menyakitkan bagi bangsa Indonesia secara luas. Tapi kembali lagi, Soekarno adalah Soekarno yang tidak ingin dianggap sebagai “macan ompong” yang artinya teriak tanpa tindakan tentu mustahil di lakukan oleh seorang Soekarno yang memiliki harga diri tinggi serta menjunjung tinggi kewibawaan Indonesia di tangannya.

Setelah ada kesepakatan, maka sepanjang tahun 1961 - 1962  Uni Soviet mengirim semua persenjataan pesanan Indonesia secara bertahap dengan segala kemudahannya melalui pembayaran kredit lunak jangka panjang termasuk melatih seluruh personel yang akan mengawaki persenjataan dari Uni Soviet.

Soekarno dan JFK di AS
Tentang adanya pandangan Soekarno yang katanya komunis, Presiden AS JF. Kennedy sebagai kawan dekatnya memiliki pendapat lain setelah pertemuannya di AS pada tahun 1961. Menurut JF. Kennedy melalui Departemen Luar Negerinya mengakui bahwa Soekarno lebih nasionalis dari pada komunis dan itu sudah di buktikannya melalui pembersihan komunis (PKI) yang dilakukan oleh Soekarno di tahun 1948. Menurutnya lagi, Soekarno bersikap demikian juga di karenakan adanya ketergantungannya dengan negara komunis (Uni Soviet) yang memasok senjata bagi keperluan militer Indonesia.

IV. Tri Komando Rakyat (TRIKORA)
Trikora di serukan oleh Soekarno pada suatu rapat raksasa 19 Desember 1961 di alun – alun Jogjakarta, tanggal tersebut sengaja di ambil karena bertepatan dengan 13 tahun penyerbuan Belanda pada kota Yogyakarta untuk merespon tindakan Belanda yang dianggapnya keras kepala. Berikut adalah isi lengkap dari Trikora :

“Komando Rakyat. Kami presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, dalam rangka politik konfrontasi dengan Belanda untuk membebaskan Irian Barat, telah memberikan instruksi kepada Angkatan Bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan menjalankan tugas kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu kolonialisme Belanda.

Oleh karena Belanda masih tetap bersedia melanjutkan kolonialisme di tanah air kita Irian Barat, dengan memecah belah bangsa dan tanah air Indonesia, maka kami perintahkan rakyat Indonesia juga yang berada di daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando sebagai berikut :

1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.”

Sebagai tindak lanjut dari pidato Soekarno, Angkatan Perang Indonesia segera menggelar berbagai latihan dan operasi yang di persiapkan untuk melakukan kegiatan infiltrasi dan penerjunan di jantung pertahanan Belanda di Irian Barat. Melihat meningkatknya kegiatan militer yang di lakukan oleh Indonesia, telah mengundang keprihatinan tersendiri bagi AS yang tidak ingin kedua “sekutu”nya terlibat dalam aksi militer. Selain itu AS melihat Belanda juga tidak siap menghadapi agresifitas militer Indonesia yang terus melakukan penyerangan dan infiltrasi di kantong – kantong pertahanan Belanda di Irian Barat. Melalui foto – foto surveillance yang didapat dari pesawat mata – mata U2 Dragon Lady AS mencoba meyakinkan Belanda untuk tidak berkonfrontasi dengan Indonesia.

Tanggal  15 Agustus 1962 dalam sebuah perundingan yang difasilitasi oleh AS atau lebih tepatnya di New York yang kemudian dikenal dengan sebutan New York Agreement, Belanda bersedia menyerahkan kembali Irian Barat kepada Indonesia dengan mediasi PBB. Setelah melalui berbagai proses akhirnya pada tanggal 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat secara resmi dinyatakan kembali sepenuhnya kepada Indonesia.

Dengan kembalinya wilayah Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia maka kemenangan sudah berhasil di peroleh Indonesia dalam memperjuangkan wilayahnya dari pendudukan Belanda. Selain itu, Angkatan Perang Republik Indonesia juga telah berhasil menobatkan diri sebagai kekuatan militer terkuat di belahan Asia Tenggara.

V. Dwi Komando Rakyat (Dwikora)

Gurkha saat berpatroli di Malaya
Dua tahun setelah kembalinya Irian Barat ke Indonesia 1962, pada tahun 1964 Indonesia kembali melakukan konfrontasinya yang kedua. Kali ini Indonesia bersikap keras kepada Inggris yang hendak membentuk negara Federasi Malaysia yang meliputi Sabah, Sarawak, Brunei dan Singapura. Inggris membentuk negara Federasi Malaysia di karenakan adanya politik Indonesia yang sangat di pengaruhi oleh komunis (PKI), adanya dominasi warga cina di Singapura yang di curigai oleh Inggris akan bergabung dengan negara komunis serta gencarnya dukungan Indonesia di Kalimantan utara yang di dominasi komunis melakukan pemberontakan terhadap Brunei dan tanah persekutuan melayu yang berada di bawah kendali Inggris. Tujuan daripada Inggris menyatukan wilayah tersebut di bawah satu administrasi terpusat yaitu Malaysia di harapkan mampu memotong pengaruh komunis dan tidak membahayakan wilayah jajahannya. Sedangkan di mata Indonesia di bawah Soekarno langkah tersebut adalah suatu tindakan yang dapat mengancam revolusi Indonesia di masa yang akan datang (merasa terkepung).

Indonesia sadar, bahwa dengan mengusili pembentukan negara Federasi Malaysia akan membawanya berurusan dengan tiga negara sekaligus yaitu Inggris, New Zealand dan Australia yang secara militer gabungan ketiganya bukanlah tandingan bagi Indonesia yang pada waktu itu sedang di landa krisis ekonomi yang hebat. Akan tetapi bagi Indonesia sikap ini perlu diambil karena Indonesia merasa harus “balas budi” kepada kawan timurnya yang sudah bersedia memberikan bantuan senjata kepada Indonesia pada saat menghadapi Belanda di Irian Barat. Selain itu, kebijakan politik Indonesia juga di pengaruhi oleh dominasi partai komunis yang duduk di Kabinet Dwikora dimana partai tersebut juga memiliki link up dengan Uni Soviet dan Cina.

Meski Indonesia sudah pernah ikut meratifikasi Gerakan Non Blok (GNB) pada tahun 1955 di Bandung, pada kenyataannya Indonesia melibatkan negara ketiga saat terjadi perebutan Irian Barat dengan Belanda. Langkah ini terpaksa diambil karena pada waktu melawan Belanda, Indonesia kesulitan mengungguli militer Belanda yang di perkuat kapal induj Karel Doorman. Langkah ini juga pernah di tempuh oleh Kuba dimana sebagai anggota GNB, Kuba juga diam – diam bersekutu dengan Uni Soviet.

Kembali lagi ke pokok permasalahan Malaysia, kuatnya pengaruh partai komunis di Kabinet Dwikora telah mendorong Soekarno untuk melakukan konfrontasi total kepada Malaysia. Situasi semakin memanas ketika rakyat Malaysia yang tidak suka dengan politik Indonesia menyerbu KBRI di Malaysia dan merobek foto Soekarno selain itu juga menyuruh Perdana Menteri Tanah Persekutuan Melayu Tengku Abdul Rahman untuk menginjak Burung Garuda. Tidak terima dirinya dan bangsa Indonesia di hina Soekarno menyerukan “GANYANG MALAYSIA”.

Pada tanggal 3 Mei 1964 di hadapan para sukarelawan Sukarno kemudian menyamp`ikan isi dari Dwi Komando Rakyat (Dwikora).

“Perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Sarawak, Brunei untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia”

Kemudian tujuh belas hari setelah di kumandangkannya Dwikora, tanggal 20 Mei 1964 Brigade Sukarelawan Tempur Dwikora di bentuk oleh Sukarno di bawah pimpinan Kolonel Sabirin Muchtar.

AL dan AU mendukung penuh keputusan Soekarno selaku Panglima Besar Revolusi Indonesia kecuali AD yang melihat keputusan tersebut berpotensi menghancurkan Indonesia sendiri akibat dilanda krisis ekonomi serta masih banyaknya persenjataan AD yang tidak ada spare partnya. Meski tidak sepaham dengan keputusan tersebut, AD tetap mengirim pasukan khususnya yaitu RPKAD.

Selama dalam konfrontasi, kedua Negara tidak jarang kerap terlibat bentrokan bersenjata di perbatasan. Berhubung yang di libatkan di garis depan bukan pasukan asli Malaysia otomatis yang menjadi lawan bagi para gerilyawan adalah pasukan khusus dari Inggris, Australia, New Zealand dan Nepal.

Konfrontasi Indonesia – Malaysia tidak pernah di umumkan secara resmi oleh Sukarno sehingga yang terlibat di dalamnya mayoritas adalah gerilyawan yang terdiri dari para sukarelawan dan prajurit “tidak resmi” yang disusupkan untuk melakukan aksi sabotase, infiltrasi dan Raid. Selama dalam konfrontasi tidak sedikit gerilyawan Indonesia yang terbunuh dan tertangkap oleh pasukan commontwealth. Begitu juga dengan pihak Inggris yang sering mengalami kerugian personil ketika berhadapan langsung dengan prajurit KKO AL, RPKAD dan PGT yang menyamar sebagai gerilyawan mendukung pemberontakan rakyat Kalimantan Utara, seperti peristiwa kalabakan dimana Peleton X dari KKO AL berhasil menewaskan 8 prajurit Inggris termasuk perwiranya dan melukai 38 prajurit lainnya, kemudian penyergapan pos mapu yang di lakukan oleh RPKAD yang berhasil menewaskan beberapa pasukan Inggris termasuk seorang dari SAS. Secara kualitas tentu kemampuan pasukan Indonesia tidak perlu diragukan mengingat pengalamannya yang sudah terbiasa menghadapi berbagai konflik meski dalam keterbatasan. Namun tiadanya dukungan alutsista secara langsung dilapangan tentunya mempersulit manuver pasukan gerilya.

Dalam konfrontasi tertutup ini militer Indonesia tidak dapat mengerahkan unit – unit tempurnya secara total karena belum adanya pernyataan perang oleh Soekarno yang di nyatakan secara resmi. Sehingga penggunaan unit – unit tempur hanya sebatas pada patroli dan pengawasan perbatasan saja. Beda dengan Malaysia yang di bantu Negara commontwealth lainnya di mana secara teratur mereka terus menerus melakukan tembakan howitzer ke sepanjang perbatasan Kalimantan timur dan barat.

VI. G30S/PKI dan Berakhirnya Konfrontasi
Upaya untuk menghentikan konfrontasi sebenarnya sudah di mulai sejak bulan januari tahun 1964 di Tokyo namun hasilnya tidak memuaskan. Kemudian bulan juli 1965 upaya tersebut kembali di lakukan di Hotel Amarin Bangkok. Para pimpinan ABRI sepakat konfrontasi harus segera di hentikan demi keselamatan Negara dari bahaya agresi, sehingga upaya mencari kontak ke PM Persekutuan Tanah Melayu Tengku Abdul Rahman perlu dilakukan melalui para pengusaha besar yang biasa melaksanakan hubungan dagang antara Jakarta – Kuala lumpur – Singapura – Bangkok dan Hongkong antara lain Yerri Sumendap, Jan Walandauw, Daan Mogot, Welly Pesik dan orang – orang Indonesia yang ada di Malaysia. Upaya penghentian konfrontasi tersebut di kendalikan langsung oleh Mayjen Soeharto melalui Letkol Ali Murtopo di bantu oleh sejumlah perwira antara lain : Mayor L.B Moerdani, Letkol A. Rachman Ramli dan Letkol Soegeng Djarot.

Saat sejumlah pimpinan ABRI sedang berusaha menghentikan konfrontasi khususnya AD, terjadilah G30S yang dilakukan oleh PKI dengan menculik dan membunuh para petinggi AD untuk mengambil alih kekuasaan dan mengganti Ideologi Negara menjadi komunis. Akibat adanya pemberontakan PKI di Jakarta membuat komunikasi dengan Malaysia terhenti sementara karena seluruh perhatian Angkatan Perang Republik Indonesia di pusatkan pada tindakan penumpasan unsur G30S/PKI. Setelah berhasil di tumpas, pada tanggal 27 Mei 1966 hubungan dengan Malaysia kembali di lanjutkan dan ditingkatkan. Kemudian tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1966 terjadilah perundingan Bangkok yang di pimpin oleh Menteri Utama Bidang Luar Negeri Adam Malik dimana dari hasil perundingan tersebut disepakati adanya penghentian konfrontasi dan di tariknya kekuatan militer kedua belah pihak dari perbatasan secara berangsur – angsur.

VII. Perang Dingin Menyeret Indonesia Ke Dalam Konflik Berkepanjagan
Seperti yang kita ketahui bahwasannya di antara tahun 1947 – 1991 dunia sedang dilanda perang dingin yang melibatkan Uni Soviet dengan Blok Timurnya dan AS dengan Blok Baratnya. Selama dalam kondisi perang dingin kedua Negara Adi Kuasa saling berebut pengaruh lewat ideologi, psikologi, industri, teknologi, kompetisi sampai dengan perlombaan senjata dan tidak jarang saling mengintip kekuatan lawannya masing – masing.

Perang Vietnam dampak dari perang
dingin
Di Asia Tenggara (Asteng), perang dingin telah membuat Vietnam terpecah menjadi dua yaitu vietnam utara (komunis) dan Vietnam selatan (liberal). Vitenam utara di dukung oleh Uni Soviet dan RRC sedangkan Vietnam selatan di dukung AS, Korea selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina. Kedua Vietnam berperang pada tahun 1957 karena adanya perbedaan dalam membentuk sistem pemerintahan. Dan pada tahun 1979 perang tersebut berakhir setelah Vietnam utara berhasil mengalahkan Vietnam selatan dan menjadikan Vietnam sebagai negara komunis.

Selain Vietnam, Indonesia juga mengalami dampak yang sama imbas dari perseteruan blok timur dan barat yaitu munculnya peristiwa G30S/PKI dan Konfrontasi dengan Malaysia. Di Indonesia PKI yang komunis berusaha mengulingkan pemerintahan yang sah kemudian merubah ideologi Pancasila menjadi komunis, selain itu PKI juga mendorong Indonesia membuka konfrontasi total dengan Malaysia untuk membantu Uni Soviet mengkomuniskan dunia dengan mengusir Inggris dan sekutunya dari tanah persekutuan melayu.

VIII. Bukti Keterlibatan Dua Blok di Indonesia
Jejak keterlibatan dua blok di Indonesia sejak orde lama sampai dengan orde baru dapat kita lihat dari adanya deal – deal hingga munculnya  pemberontakan yang disokong oleh keduanya.

AS dengan blok baratnya :
1. Mendukung pemberontakan PRRI/Permesta pada tahun 1957, yang kemudian tanggal 18 Mei 1957 salah satu “tentara bayarannya” bernama Allen Lawrence Pope pesawatnya (B-29) tertembak jatuh oleh kapal perang Indonesia di perairan Ambon.
2. Usaha dan percobaan pembunuhan atas Soekarno yang kemudian dikenal sebagai “Peristiwa Cikini” tahun 1957, mengakibatkan 45 karyawannya luka dan 9 orang meninggal.
3. Dukungan senjata dari AS untuk militer Indonesia tanggal 19 agustus 1958.

Sedangkan Uni Soviet dengan blok timurnya :
1. Melakukan dukungan lewat KGB yang kemudian meminta seorang agen Cekoslovakia membuat dokumen Gilchrist sebagai alat disinformasi (penyesatan informasi) yang akan menyudutkan AD lewat isu “Army local friends”
2. Mendukung 100.000 pucuk senjata jenis Chung lewat RRC untuk mempersenjatai angkatan kelima PKI yang terdiri dari buruh dan tani.
3. Menyediakan ribuan tentara regular dari RRC yang siap di mobilisasi ke Indonesia dan menyiapkan sekuadron udara untuk membantu Indonesia menghadapi operasi CIA di Riau dimana AS tengah menyiapkan Armada ke-7 untuk menginvasi Indonesia.
4. Memudahkan proses pembelian senjata untuk memperkuat militer Indonesia melawan Belanda di Irian Barat dengan syarat Indonesia bersedia membesarkan Partai Komunis di Indonesia dan membantu pemberontakan rakyat Kalimantan Utara yang seideologi (komunis).

IX. Kesimpulan
Keberanian Soekarno membawa Indonesia berhadapan dengan negara – negara yang tergabung dalam NATO dan SEATO dimana negara adi daya AS memberikan dukungan penuh patut kita acungi jempol. Namun seperti yang kita ketahui diatas Soekarno tidak sendiri karena ada Uni Soviet dan sekutunya yang mendukung penuh aksi tersebut.

Meskipun Indonesia pada tahun 1955 telah tergabung dalam GNB pada kenyataannya sekitar tahun 1960 Indonesia secara tidak langsung telah memihak pada salah satu blok. Dari keterlibatan blok timur ini kemudian berlanjut pada lahirnya konfrontasi kedua yang di kenal Dwikora pada tahun 1964 – 1966 sesuai dengan deal yang sudah di sepakati antara Indonesia dan Uni Soviet saat memperjuangkan Irian Barat (Trikora).

Jadi, pada intinya ganyang Malaysia yang digagas oleh Soekarno tidak murni dari ide sang maestro melainkan juga adanya dorongan pihak lain dalam hal ini adalah partai komunis Indonesia dan Uni Soviet dengan blok timurnya yang ingin mengkomuniskan dunia dengan memanfaatkan “kebuntuan” Indonesia saat menghadapi Belanda di Irian Barat. Hal ini dapat kita lihat dari dibentuknya 1 Brigade Sukarelawan oleh Soekarno untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan utara yang komunis menentang pemerintahan Inggris di persekutuan tanah melayu (Malaysia) serta usaha Soekarno yang mati – matian melindungi partai komunis di Indonesia. Ini adalah bukti yang tak terbantahkan dimana perang dingin yang terjadi antara tahun 1941 – 1991 telah memberikan dampak / pengaruh yang luar biasa bagi kelangsungan bangsa Indonesia khususnya dalam kebijakan politik Indonesia yang di kenal keras dan revolusioner.

Sejak meletusnya G30S/PKI, semua kebijakan politik Indonesia seketika itu berubah dan berbalik menghancurkan kekuasaan partai komunis itu sendiri. Dan tanggal 1 Juni 1966, disepakati adanya penghentian konfrontasi dengan Malaysia melalui perundingan yang kemudian di sebut sebagai Bangkok Agreement. Tahun 1967, Soeharto didaulat menjadi Presiden RI ke-2 oleh MPRS.

X. Pendapat Penulis Tentang Soekarno
Di mata penulis Soekarno adalah seorang bapak bangsa yang berjiwa besar serta seorang nasionalis sejati. Selama penulis membuat tulisan ini, penulis dapat meraskan seperti apa situasi serta kegundahan seorang Soekarno pada waktu itu khususnya saat dihadapkan pada pilihan yang amat sulit ketika memperjuangkan Irian Barat. Di satu sisi, Soekarno harus mengembalikan Irian Barat ke wilayah Indonesia dalam satu kedaulatan yang utuh. Namun disisi lain Soekarno dengan terpaksa harus menerima tawaran Uni Soviet untuk memperkuat partai komunis yang sudah jelas – jelas pernah berusaha meruntuhkan kekuasaannya melalui pemberontakan Madiun tahun 1948. Dan yang paling berat adalah membawa Indonesia berhadapan dengan Negara commontwealth di Malaysia dimana seperti yang kita ketahui saat itu kondisi Indonesia sedang dalam tidak fit serta tidak memungkinkan untuk menang namun langkah tersebut harus tetap diambil sebagai bukti bahwa Indonesia konsisten dengan keputusannya.

Mungkin disinilah tidak semua orang tahu apa yang ada di benak Soekarno pada waktu itu. Demi memegang teguh komitmen kepada kawan timurnya, Soekarno secara terbuka membela mati – matian partai komunis meski di hujat sebagian rakyatnya dan berusaha menyeimbangkannya dengan AD yang tentu saja adalah musuh bagi partai komunis tersebut, hingga akhirnya Soekarno tenggelam karena tidak mampu memikul keduanya.

Suatu pilihan yang pahit tapi harus tetap di telan agar Indonesia tetap berada di atas kejayaannya dan hidup sebagai bangsa yang benar – benar berdaulat penuh atas wilayahnya.

“Saya yang memperjuangkan Negara kesatuan dari muda sampai tua, kok sampai pecah persatuan. Kalau harus tenggelam biarlah saya yang tenggelam” Bung Karno.

Oleh : Y. Aris Setiawan

Sumber Reff :
1. Buku “Kompi X di Rimba Siglayan” karya Supoduto Citrawijaya
2. Buku “Sejarah TNI Jilid III Tahun 1960 - 1965” karya Mabes TNI
3. Buku “Jenderal Besar HM. Soeharto Mengukir Dua Momentum Bagi Keselamatan Bangsa dan Negara” karya Drs. Bakri A.G Tianlean
4. Buku “Mengapa G30S/PKI Gagal?” karya Mayjen (Purn) Samsudin
5. http://www.sejarahperang.com/2011/10/23/menyusup-ke-malaysia/
6. http://politik.kompasiana.com/2011/04/05/pemikiran-dan-strategi-dn-aidit-dari-bangkitnya-pki-1951-sampai-gerakan-30-september-1965-354374.html

Thanks for reading & sharing NIRMILITER

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Posting Komentar

Pencarian

Popular Posts