Koordinator Kontras Haris Azhar |
Dasar
LSM Kontras setali tiga uang dengan Komnas HAM, kalau tidak ngotot bukan mereka
namanya meski yang di ototkan tidak berdasar dan melenceng dari jalur
sebagaimana mestinya. Hal ini dapat kita saksikan ketika koordinator Kontras
Haris Azhar tetap memaksakan istilah penyerbuan LP Cebongan sebagai pembunuhan
berencana.
Ungkapan
Haris berdasarkan pada kecepatan gerak untuk melumpuhkan LP, pengetahuan pelaku
tentang seluk beluk LP, pembagian tugas antar pelaku sampai dengan pengambilan
CCTV yang rapi.
Sesaat
bila dilihat secara awam, apa yang di lakukan oleh 12 prajurit Kopassus
tersebut memang seperti sudah terencana. Akan tetapi setelah saya mengikuti
jalannya sidang di Pengadilan Militer II-11 Jogja, semua yang di sampaikan oleh
Haris terbantahkan semua, berikut saya sampaikan sebagaimana yang saya dengar
sesuai urutan kronologinya.
Seperti
pengakuan para terdakwa yang mengatakan mereka tujuan awalnya adalah mencari
Marcel Cs bukan Decky Cs di jogja, selama pencarian Serda Ucok Cs sempat
kesasar berkali - kali. Setelah dapat informasi dari warga bahwa ada tahanan
lain (Decky Cs) yang di bawa Polda DIY menuju LP Cebongan Serda Ucok Cs ganti
mengejar Decky Cs ke LP Cebongan. Di LP Cebongan Serda Ucok Cs bingung mencari
lokasi sel tempat Decky Cs di tahan kemudian ada salah satu napi yang
menunjukkan dimana Decky Cs di tahan.
Salah
satu rekan Serda Ucok ketika melihat sekeliling lapas didapati ada CCTV maka
saat itu juga dia meminta petugas lapas menunjukkan lokasi central viewnya
untuk di bongkar paksa. Selama rekan Serda Ucok melakukan pembongkaran CCTV,
Serda Ucok segera memasuki tempat dimana Decky Cs ditahan sesuai dengan
petunjuk salah satu napi.
Ketika
Serda Ucok baru saja masuk sel tahanan mendadak dirinya diserang menggunakan
kruk (besi penopang) oleh Bripka Juan Manbait dengan cara di lempar dari jauh
dan tepat mengenai badan Serda Ucok. Disatu sisi Decky berusaha merebut senjata
yang dipegang oleh Serda Ucok. Karena naluri militernya masih melekat kuat saat
itu juga Serda Ucok melakukan tembakan ke arah Decky secara refleks dan
membunuh 3 tahanan lainnya (Bripka Juan Manbait, Dedi dan Adi).
Usai
melakukan penembakan Serda Ucok segera keluar sel dengan sedikit wajah tegang
dan menuju ke dalam mobil. Setelah masuk kedalam kemudian mereka terlibat
cekcok saling menyalahkan karena awalnya tidak ada niat melakukan penembakan.
Akan tetapi Serda Ucok menyampaikan terpaksa membunuh tahanan karena dia sudah
diserang duluan bahkan senjatanya nyaris di rebut. Untuk menghilangkan jejak
maka rekaman CCTV mereka bakar di lapangan tembak untuk kemudian di buang di
sungai Bengawan Solo.
Dengan
melihat sekilas gambaran kronologinya, jelaslah sudah bahwa tindakan 12
prajurit Kopassus tersebut bukanlah suatu yang terencana karena selama
melakukan aksi masih didapati adanya ketidak tahuan mereka tentang lokasi LP
Cebongan, lokasi tahanan, lokasi CCTV dan berubahnya sasaran dari yang awalnya
mencari Marcel Cs ternyata berubah menjadi Decky Cs.
Sekilas
saya juga mengutip apa yang disampaikan oleh seorang Guru Besar Hukum Pidana
UGM Yogyakarta, Prof. Edi Umar Sarif yang mengatakan “Kejahatan yang terencana,
pelaku sudah menguasai tempat kejadian perkara, mengetahui detail objek yang
sudah menjadi target kejahatan. Kapan waktu sepi, kapan waktu lengah, dan lain
sebagainya“
Selain
itu, kembali menurut Prof. Edi Umar Sarif, bahwa terdakwa yang melakukan
kejahatan hingga menyebabkan tewasnya empat orang (Bripka Juan, Decky, Deddy,
dan Adi) merupakan tindakan yang disengaja. Karena, kesengajaan dibenarkan bila
pelaku mendapat serangan tiba-tiba dari korban. Tindak yang dilakukan pelaku
merupakan reaksi refleks atas apa yang terjadi (pada saat Serda Ucok mendapat
serangan dari Bripka Juan dan Decky di sel tahanan).
Terdakwa bisa lepas dari
tuntutan hukum bila tindakannya termaafkan
Melihat
banyaknya dukungan yang diberikan oleh warga jogja ada kemungkinan besar
tuntutan para terdakwa bisa di peringan dan hal ini terbukti dari lepasnya para
terdakwa dari tuntutan hukuman 20 tahun / seumur hidup / mati. Hal ini juga
sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Edi Umar Sarif “terdakwa bisa
lepas dari tuntutan hukum selama termaafkan (warga jogja)”
Kecepatan beraksi adalah
ciri khas pasukan elit komando
Mengenai
kecepatan para terdakwa ketika melakukan tindakannya selama di LP Cebongan
yaitu sekitar 15 menit, Saya mempunyai pendapat sendiri. Bagi saya waktu 15
menit untuk melakukan suatu operasi masih masuk kategori lama. Kenapa ?
Simple
saja, 12 prajurit itukan punya kualifikasi komando dan menyandang title “elit”,
kalau memang mereka serius melakukan penyerangan dan pembunuhan di LP Cebongan
saya yakin aksinya akan sangat cepat yakni tidak sampai 4 menit seperti
pengalaman mereka ketika berhasil membebaskan sandera dalam pembajakan pesawat
Garuda di Woyla Thailand dengan kisaran waktu 3 menit.
Sebagai
prajurit berkualifikasi komando sebelum melakukan aksinya pertama yang mereka
lakukan adalah penggambaran wilayah (pemetaan lokasi) yang bisa memakan waktu
minim 1 hari, pembagian tugas sesuai dengan sasarannya masing - masing, latihan
berkali - kali (drill) sesuai dengan denah yang di buat (hasil pemetaan
lapangan) minim 1 hari, mempelajari situasi sasaran dan lain sebagainya.
Setelah
semuanya fix dan masing - masing personil sudah yakin menguasai tugas -
tugasnya maka gerakan operasipun di mulai dengan menentukan waktu penyerbuan.
Dengan begitu, tanpa harus menunggu lama pakai tanya sana sini sasaranpun
berhasil di lumpuhkan hanya dalam waktu sekitar 4 menit.
Dalam
bayangan saya, tidak terencana saja mereka sudah mampu beraksi secepat itu
(menurut orang awam) apalagi terencana ???
Sungguh,
negara ini akan kehilangan potensi - potensi prajurit terbaiknya bila pada
akhirnya ke 3 terdakwa (Serda Ucok, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Sertu Kodik)
benar - benar menjalani tuntutan pihak Oditur Militer yaitu diantaranya adalah
pemecatan.
Thanks for reading & sharing NIRMILITER
0 komentar:
Posting Komentar