Pasca
reformasi, Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan melihat proses rasa
persatuan dan kesatuan bangsa semakin melemah. Banyak nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 mulai ditinggalkan. Sebagai contoh
di bidang politik, proses rekrutmen para pemimpin berlabel demokrasi melalui
pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilukada masih diwarnai dengan money
politik dan penyimpangan. Para pemimpin pun setelah terpilih
mementingkan kelompok dan partai. Sementara itu, sangat besar biaya yang harus
dikeluarkan, ratusan hingga miliaran untuk menjadi pemimpin. "Harga yang
sangat mahal. Inilah satu hal yang kita lihat di lapangan," ujar Ketua Tim
Politik, Hukum, dan Keamanan Deputi VI Menkopolhukam Bidang Kesatuan Bangsa,
Dr. Perwira, S.H., M.H., M.Si, di Ruang Multimedia UGM, Kamis (14/6).
Fakta
menunjukkan banyak anggota DPR, DPRD, gubernur, dan bupati yang tersangkut
masalah korupsi. Survei bahkan menunjukkan DPR sebagai lembaga terkorup di
Indonesia. "Inilah salah satu yang mendorong kita, mana titik lemah dari
ini semua," katanya.
Menurut
Perwira, integritas individu dalam berbagai bidang dan nilai-nilai patriotisme
cenderung ditinggalkan. Moralitas di segala bidang kehidupan, seperti politik,
ekonomi, hukum, dan budaya semakin merosot. Demikian pula dengan ketertiban
masyarakat, para penyelenggara negara dinilai telah kehilangan rasa kritis dan
tanggung jawab. "Para pemimpin yang duduk di eksekutif, legislatif, dan
yudikatif lebih mempedulikan apa yang bisa diambil dari negara, bukan apa yang
bisa diberikan kepada negara. Perhatian pemimpin politik lebih mengutamakan
pencitraan dan kenyamanan diri ketimbang memperhatikan kesejahteraan dan
keadilan," tambahnya.
Oleh
karena itu, saat berbicara dalam acara kunjungan kerja Tim Polhukam RI, ia
berharap masukan para akademisi UGM untuk Rencana Penyusunan Desain Induk
Pemantapan Wawasan Kebangsaan. Meski empat kementerian/ lembaga telah memiliki
pedoman tentang wawasan kebangsaan, Kemenkopolhukam tetap mencoba membuat
desain induk sebagai pedoman bagi kementerian/lembaga atau masyarakat dalam upaya
pemantapan wawasan kebangsaan.
Kemenkokesra
memiliki buku Desain Induk Karakter
Bangsa, sedangkan Kemendagri memiliki modul tentang wawasan kebangsaan, lembaga
pertahanan nasional, yang berjudul Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Sementara itu, Dewan
Ketahanan Nasional mempunyai buku Enkulturasi Empat Pilar Kebangsaan. "Sangat beragam.
Namun, yang pasti penyusunan Desain Induk Pemantapan Wawasan Kebangsaan
didorong oleh kesepakatan para pemimpin Lembaga Tertinggi Negara pada 24 Mei
2011 lalu bahwa Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan empat pilar yang harus diimplementasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.
Wakil
Rektor Bidang Sistim Informasi dan Keuangan, Dr. Didi Achjari, S.E., Akt.,
M.Com., menyambut baik forum ini karena dengan kondisi kampus UGM yang terdiri
atas berbagai budaya tentu terdapat banyak isu yang masuk dan membutuhkan
saringan wawasan kebangsaan yang kuat. "Kalau tidak, tentu menimbukan
risiko. Dampaknya mahasiswa yang mestinya belajar di kampus UGM bisa tidak
selesai kuliah, bahkan terseret pada hal-hal yang tidak baik," katanya.
(Humas UGM/ Agung)
Sbr : UGM
Thanks for reading & sharing NIRMILITER
0 komentar:
Posting Komentar