![]() |
Presiden RI Soekarno saat melakukan inspeksi pasukan |
Mungkin tidak banyak orang yang tahu tentang
apa yang melatar belakangi kebijakan politik Soekarno yang di kenal berani
frontal dalam menentukan nasib rakyat Irian Barat melalui Trikora yang kemudian
di lanjutkan dengan Dwikora sebagai upaya Indonesia mendongkel Inggris dari
tanah persekutuan melayu (Malaysia).
Seperti yang kita ketahui, Trikora dan
Dwikora adalah perjuangan politik Indonesia yang di lakukan lewat sebuah konfrontasi total dengan pengerahan kekuatan
militer keperbatasan sebagai jawaban Indonesia atas kebuntuan politik yang
dialaminya. Konfrontasi ini bersifat tertutup karena sebelumnya Indonesia tidak
pernah mengumumkan pengerahan militer secara terbuka seperti layaknya perang
konvensional pada umumnya.
Tidak sedikit dunia Internasional sering di
buat tercengang dengan setiap langkah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno
dimana dalam memperjuangkan suatu kebijakan poltik selalu di ikuti dengan
pengerahan militer. Apalagi yang dihadapinya rata – rata adalah Negara yang
tergabung dalam NATO dan SEATO di bawah kendali Amerika Serikat (AS).
Lantas apa yang membuat Soekarno sangat
berani membawa Indonesia berhadapan dengan Negara koalisi yang sudah pasti jauh
lebih kuat daripada Indonesia ?
Dalam sebuah diskusi non formal penulis
pernah mendapatkan jawaban yang beraneka macam dari para pesertanya, tapi tidak
ada satupun jawaban yang dapat melegakan hati penulis sehingga penulis perlu
melakukan suatu kajian tersendiri tentang perihal yang melatar belakangi
keberanian Soekarno membawa bangsa Indonesia berhadapan dengan negara koalisi
yang jauh lebih modern saat itu.
Karena setting
dari kajian ini menyangkut peristiwa Trikora dan Dwikora maka tidak ada
salahnya bila penulis mencoba mengawalinya dari tahun 1949 dimana waktu itu
Indonesia sedang berunding dengan Belanda membahas status Republik Indonesia dan
Irian Barat di Den Haag Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB).
II. Konferensi
Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja
Bundara atau yang disingkat KMB di gelar oleh Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintahan Belanda pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November tahun
1949, KMB di gelar dikarenakan adanya tekanan dunia internasional terkait usaha
Belanda meredam kemerdekaan Indonesia lewat jalan kekerasan. Sebelumnya kedua
negara sudah pernah melakukan beberapa kali pertemuan seperti Perundingan
Linggarjati (1946), Perjanjian Renville (1947 – 1948) dan Perjanjian Roem – Van
Roijem (1949) namun Belanda terus mengingkarinya, hingga akhirnya keduanya
kembali duduk di meja perundingan di Den Haag Belanda dalam sebuah Konferensi
Meja Bundar (KMB). Dalam KMB ini Belanda setuju dengan di bentuknya Republik
Indonesia Serikat yang mencakup seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda
kecuali Irian Barat. Belanda menganggap secara antropologi Irian barat
tidak memiliki kesamaan suku dan ras dengan Indonesia sehingga bagaimanapun
juga Irian Barat harus tetap menjadi milik Belanda. Pendapat Belanda ini
kemudian mendapat tentangan keras dari Indonesia dimana sejak di proklamasikan
kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia berhak atas
seluruh wilayah bekas jajahan Belanda dari Sabang sampai Meraoke.
Perundingan di Den Haag Belanda berjalan alot, hingga akhirnya tanggal 2 November
1949 keduanya sepakat dengan menghasilkan 4 point perjanjian :
1. Belanda Mengakui disahkannya Republik
Indonesia Serikat (RIS)
2. Belanda mengakui seluruh wilayah
kedaulatan RIS kecuali Irian Barat yang akan di bahas kembali setelah 1 tahun
berikutnya.
3. Di bentuknya persekutuan Indonesia –
Belanda yang di sebut Uni Indonesia
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negaranya.
4. Pengambil alihan seluruh hutang Hindia
Belanda oleh RIS
Tapi setelah lewat 1 tahun sesuai dengan
kesepakatan KMB ternyata Belanda masih tidak ingin menyerahkan Irian Barat kepada
RIS. Tanggal 24 Maret 1950 kembali diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri
Uni Indonesia - Belanda. Dalam konferensi ini diputuskan untuk membentuk suatu
komisi yang beranggotakan wakil - wakil dari Indonesia dan Belanda untuk
menyelidiki permasalahan Irian Barat. Namun dalam komisi ini ternyata tetap
saja tidak menghasilkan penyelesaian sama sekali terkait status Irian Barat. Kemudian
tahun 1952 dan 1954 juga demikian tidak adanya titik temu antara Belanda dengan
Indonesia.
Gagal lewat hubungan Bilateral kemudian
Indonesia membawa permasalah Irian Barat ke PBB untuk diselesaikan secara
Regional, bahkan termasuk mencari dukungan negara – negara Asia – Afrika. Akan
tetapi semua itu tidak membuahkan hasil sama sekali bagi Indonesia. Sebaliknya,
selama Indonesia memperjuangkan status Irian Barat, Belanda secara militer diam
- diam meningkatkan kekuatannya termasuk mendatangkan kapal Induk Kareel
Doorman ke Irian Barat. Sikap Belanda yang dianggap keras kepala ini akhirnya
memancing kemarahan Soekarno dan melakukan tekanan politik lewat kekuatan
militer. Bukan itu saja, dengan penerbitan UU No 86 tahun 1958 Soekarno juga
melakukan tekanan lewat ekonomi yaitu menasionalisasi seluruh asset Belanda yang
ada di Indonesia. Sikap Soekarno terkait sikap Belanda ini di kemukakan dengan
tegas pada pidatonya tanggal 17 Agustus 1958.
“Jika Belanda tetap membandel dalam
persoalan Irian Barat tamatlah riwayat semua modal Belanda dan konco –
konconya, imperialis tentu akan geger, marah oleh keputusan kita ini dan
kegegeran mereka itupun harus kita layani di dunia Internasional”
Indonesia perlu bersikap keras kepada Belanda
karena permasalahan Irian Barat bagi Soekarno sudah dianggap deadlock sehingga harus menempuh “jalan
lain”. Tentang jalan lain yang di kemukakan oleh Soekarno telah membuat dunia
Internasional melakukan banyak spekulasi terkait rencana Soekarno menyelesaikan
Irian Barat termasuk Belanda yang secara diam – diam juga terus melakukan
pemantauan terhadap perkembangan Indonesia. Namun dikarenakan perekonomian
Indonesia yang saat itu masih tidak stabil serta belum dimilikinya militer yang
memadai maka Belanda menganggapnya sebagai
“gertakan” biasa.
Demi meyakinkan Belanda dan dunia
internasional tentang jalan lain yang di maksud Indonesia pada tanggal 23
September 1960 Indonesia mengirimkan sebuah tim kecil untuk melakukan misi
militer dalam rangka mencari dan melakukan pembelian senjata guna memperkuat Angkatan Perang Indonesia.
Sebenarnya dalam kurun waktu 1958 dan 1959 Indonesia sudah melakukan berbagai
pembelian senjata dari Polandia, Cekoslovakia, Yugoslavia, AS sampai dengan
Eropa Barat namun beberapa negara yang tergabung dalam NATO menghentikan proses
pembelian tersebut karena adanya pemberontakan PRRI/Permesta di Indonesia.
Dengan adanya penghentian penjualan senjata oleh NATO maka dengan terpaksa
Indonesia mengalihkan pembeliannya ke Blok Timur.
III. Perjanjian
Indonesia – Uni Soviet
Selama ini kita tahu sekitar tahun 60’an
Indonesia pernah mendapat kiriman persenjataan dari blok timur seperti kapal
selam, kapal penjelajah, pesawat bomber, pesawat tempur sampai dengan pesawat
angkut. Tapi dari sekian banyaknya kiriman senjata sangat sedikit di ketahui
oleh publik tentang bagaimana proses yang terjadi antara Indonesia – Uni Soviet
waktu itu. Kalau hanya lewat lobi tanpa ada deal
tentu mustahil bagi Uni Soviet mengirimkan begitu banyak persenjataan
strategisnya kepada Indonesia apalagi Indonesia pernah memiliki track record buruk dimata Uni Soviet tahun 1948 dimana
partai komunis pada waktu itu di tumpas habis oleh Indonesia di bawah pimpinan
Soekarno saat hendak mendirikan Negara Republik Soviet Indonesia (RSI).
Deal antara Indonesia – Uni Soviet inilah
yang nantinya akan menjadi cikal bakal partai komunis di Indonesia dapat
berkembang pesat di bawah Soekarno dan membuka gerbang konfrontasi ke dua antara
Indonesia – Inggris di tanah persekutuan melayu (Malaysia) yang dikenal Dwikora.
Berikut deal yang terjadi antara Indonesia – Uni Soviet :
1. Indonesia harus memberikan perlindungan, kebebasan serta
tidak menghalang – halangi perkembangan Partai Komunis di Indonesia yaitu PKI.
2. Indonesia harus memprakarsai pengusiran inggris dan sekutunya
yang di personifikasikan sebagai Nekolim dari wilayah Malaysia dan singapura.
(Keterangan
diatas didapat dari percakapan Mayjen (purn) Samsudin dengan Alm. Jenderal
(purn) M. Panggabean)
Awalnya Soekarno merasa berat dengan adanya
dua syarat yang di ajukan pihak Uni Soviet, namun Irian Barat bagaimanapun juga
harus di rebut dari Belanda. Setelah melewati pertimbangan yang matang,
Soekarno mensetujui persyaratan yang di berikan oleh pihak Moskow untuk turut
membesarkan partai komunis di Indonesia sekaligus membantu penyebaran komunis
di kawasan Asia Tenggara. Sungguh dilematis memang bagi seorang Soekarno yang
nasionalis sejati. Tentu masih ingat Soekarno ketika PKI berupaya menggulingkan
dirinya pada tahun 1948 di Madiun yang dipimpin oleh Muso, selain itu PKI juga
musuh bagi AD yang dianggapnya berkhianat saat bangsa Indonesia tengah
menghadapi Agresi Belanda ke II hingga menyebabkan pergolakan politik yang
hebat pada masa itu dengan jatuhnya korban yang tidak sedikit di rakyat.
Kemudian terkait upaya yang akan memprakarsai
pengusiran Inggris dan sekutunya di wilayah Malaysia dan Singapura tentu saja
akan menyeret Indonesia yang masih belum sembuh dari kejatuhan ekonominya akan
berdampak sangat menyakitkan bagi bangsa Indonesia secara luas. Tapi kembali
lagi, Soekarno adalah Soekarno yang tidak ingin dianggap sebagai “macan ompong”
yang artinya teriak tanpa tindakan tentu mustahil di lakukan oleh seorang
Soekarno yang memiliki harga diri tinggi serta menjunjung tinggi kewibawaan
Indonesia di tangannya.
Setelah ada kesepakatan, maka sepanjang tahun
1961 - 1962 Uni Soviet mengirim semua
persenjataan pesanan Indonesia secara bertahap dengan segala kemudahannya
melalui pembayaran kredit lunak jangka
panjang termasuk melatih seluruh personel yang akan mengawaki persenjataan dari
Uni Soviet.
![]() |
Soekarno dan JFK di AS |
Tentang adanya pandangan Soekarno yang
katanya komunis, Presiden AS JF. Kennedy sebagai kawan dekatnya memiliki
pendapat lain setelah pertemuannya di AS pada tahun 1961. Menurut JF. Kennedy
melalui Departemen Luar Negerinya mengakui bahwa Soekarno lebih nasionalis dari
pada komunis dan itu sudah di buktikannya melalui pembersihan komunis (PKI)
yang dilakukan oleh Soekarno di tahun 1948. Menurutnya lagi, Soekarno bersikap
demikian juga di karenakan adanya ketergantungannya dengan negara komunis (Uni
Soviet) yang memasok senjata bagi keperluan militer Indonesia.
IV. Tri
Komando Rakyat (TRIKORA)
Trikora di serukan oleh Soekarno pada suatu
rapat raksasa 19 Desember 1961 di alun – alun Jogjakarta, tanggal tersebut
sengaja di ambil karena bertepatan dengan 13 tahun penyerbuan Belanda pada kota
Yogyakarta untuk merespon tindakan Belanda yang dianggapnya keras kepala. Berikut
adalah isi lengkap dari Trikora :
“Komando Rakyat. Kami presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
Perang Republik Indonesia, dalam rangka politik konfrontasi dengan Belanda
untuk membebaskan Irian Barat, telah memberikan instruksi kepada Angkatan
Bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan menjalankan tugas
kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu
kolonialisme Belanda.
Oleh karena Belanda masih tetap bersedia melanjutkan
kolonialisme di tanah air kita Irian Barat, dengan memecah belah bangsa dan
tanah air Indonesia, maka kami perintahkan rakyat Indonesia juga yang berada di
daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando sebagai berikut :
1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan Belanda
Kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.”
Sebagai tindak lanjut dari pidato Soekarno, Angkatan
Perang Indonesia segera menggelar berbagai latihan dan operasi yang di
persiapkan untuk melakukan kegiatan infiltrasi dan penerjunan di jantung
pertahanan Belanda di Irian Barat. Melihat meningkatknya kegiatan militer yang
di lakukan oleh Indonesia, telah mengundang keprihatinan tersendiri bagi AS
yang tidak ingin kedua “sekutu”nya terlibat dalam aksi militer. Selain itu AS
melihat Belanda juga tidak siap menghadapi agresifitas militer Indonesia yang terus
melakukan penyerangan dan infiltrasi di kantong – kantong pertahanan Belanda di
Irian Barat. Melalui foto – foto surveillance yang didapat dari pesawat mata –
mata U2 Dragon Lady AS mencoba meyakinkan Belanda untuk tidak berkonfrontasi
dengan Indonesia.
Tanggal 15 Agustus
1962 dalam sebuah perundingan yang difasilitasi oleh AS atau lebih tepatnya di New
York yang kemudian dikenal dengan sebutan New
York Agreement, Belanda bersedia menyerahkan kembali Irian Barat kepada Indonesia
dengan mediasi PBB. Setelah melalui berbagai proses akhirnya pada tanggal 1 Mei
1963, wilayah Irian Barat secara resmi dinyatakan kembali sepenuhnya kepada
Indonesia.
Dengan kembalinya wilayah Irian Barat ke
pangkuan Republik Indonesia maka kemenangan sudah berhasil di peroleh Indonesia
dalam memperjuangkan wilayahnya dari pendudukan Belanda. Selain itu, Angkatan
Perang Republik Indonesia juga telah berhasil menobatkan diri sebagai kekuatan
militer terkuat di belahan Asia Tenggara.
V. Dwi
Komando Rakyat (Dwikora)
![]() |
Gurkha saat berpatroli di Malaya |
Dua tahun setelah kembalinya Irian Barat ke
Indonesia 1962, pada tahun 1964 Indonesia kembali melakukan konfrontasinya yang
kedua. Kali ini Indonesia bersikap keras kepada Inggris yang hendak membentuk
negara Federasi Malaysia yang meliputi Sabah, Sarawak, Brunei dan Singapura.
Inggris membentuk negara Federasi Malaysia di karenakan adanya politik
Indonesia yang sangat di pengaruhi oleh komunis (PKI), adanya dominasi warga
cina di Singapura yang di curigai oleh Inggris akan bergabung dengan negara
komunis serta gencarnya dukungan Indonesia di Kalimantan utara yang di dominasi
komunis melakukan pemberontakan terhadap Brunei dan tanah persekutuan melayu
yang berada di bawah kendali Inggris. Tujuan daripada Inggris menyatukan
wilayah tersebut di bawah satu administrasi terpusat yaitu Malaysia di harapkan
mampu memotong pengaruh komunis dan tidak membahayakan wilayah jajahannya. Sedangkan
di mata Indonesia di bawah Soekarno langkah tersebut adalah suatu tindakan yang
dapat mengancam revolusi Indonesia di masa yang akan datang (merasa terkepung).
Indonesia sadar, bahwa dengan mengusili pembentukan negara Federasi
Malaysia akan membawanya berurusan dengan tiga negara sekaligus yaitu Inggris,
New Zealand dan Australia yang secara militer gabungan ketiganya bukanlah
tandingan bagi Indonesia yang pada waktu itu sedang di landa krisis ekonomi
yang hebat. Akan tetapi bagi Indonesia sikap ini perlu diambil karena Indonesia
merasa harus “balas budi” kepada kawan timurnya yang sudah bersedia memberikan
bantuan senjata kepada Indonesia pada saat menghadapi Belanda di Irian Barat.
Selain itu, kebijakan politik Indonesia juga di pengaruhi oleh dominasi partai
komunis yang duduk di Kabinet Dwikora dimana partai tersebut juga memiliki link up dengan Uni Soviet dan Cina.
Meski Indonesia sudah pernah ikut
meratifikasi Gerakan Non Blok (GNB) pada tahun 1955 di Bandung, pada
kenyataannya Indonesia melibatkan negara ketiga saat terjadi perebutan Irian
Barat dengan Belanda. Langkah ini terpaksa diambil karena pada waktu melawan
Belanda, Indonesia kesulitan mengungguli militer Belanda yang di perkuat kapal
induj Karel Doorman. Langkah ini juga pernah di tempuh oleh Kuba dimana sebagai
anggota GNB, Kuba juga diam – diam bersekutu dengan Uni Soviet.
Kembali lagi ke pokok permasalahan Malaysia, kuatnya
pengaruh partai komunis di Kabinet Dwikora telah mendorong Soekarno untuk
melakukan konfrontasi total kepada
Malaysia. Situasi semakin memanas ketika rakyat Malaysia yang tidak suka dengan
politik Indonesia menyerbu KBRI di Malaysia dan merobek foto Soekarno selain
itu juga menyuruh Perdana Menteri Tanah Persekutuan Melayu Tengku Abdul Rahman untuk
menginjak Burung Garuda. Tidak terima dirinya dan bangsa Indonesia di hina
Soekarno menyerukan “GANYANG MALAYSIA”.
Pada tanggal 3 Mei 1964 di hadapan para
sukarelawan Sukarno kemudian menyamp`ikan isi dari Dwi Komando Rakyat
(Dwikora).
“Perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan
bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Sarawak, Brunei
untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia”
Kemudian tujuh belas hari setelah di
kumandangkannya Dwikora, tanggal 20 Mei 1964 Brigade Sukarelawan Tempur Dwikora
di bentuk oleh Sukarno di bawah pimpinan Kolonel Sabirin Muchtar.
AL dan AU mendukung penuh keputusan Soekarno
selaku Panglima Besar Revolusi Indonesia kecuali AD yang melihat keputusan
tersebut berpotensi menghancurkan Indonesia sendiri akibat dilanda krisis
ekonomi serta masih banyaknya persenjataan AD yang tidak ada spare partnya.
Meski tidak sepaham dengan keputusan tersebut, AD tetap mengirim pasukan
khususnya yaitu RPKAD.
Selama dalam konfrontasi, kedua Negara tidak
jarang kerap terlibat bentrokan bersenjata di perbatasan. Berhubung yang di
libatkan di garis depan bukan pasukan asli Malaysia otomatis yang menjadi lawan
bagi para gerilyawan adalah pasukan khusus dari Inggris, Australia, New Zealand
dan Nepal.
Konfrontasi Indonesia – Malaysia tidak pernah
di umumkan secara resmi oleh Sukarno sehingga yang terlibat di dalamnya
mayoritas adalah gerilyawan yang terdiri dari para sukarelawan dan prajurit “tidak
resmi” yang disusupkan untuk
melakukan aksi sabotase, infiltrasi dan Raid. Selama dalam konfrontasi tidak
sedikit gerilyawan Indonesia yang terbunuh dan tertangkap oleh pasukan
commontwealth. Begitu juga dengan pihak Inggris yang sering mengalami kerugian
personil ketika berhadapan langsung dengan prajurit KKO AL, RPKAD dan PGT yang
menyamar sebagai gerilyawan mendukung pemberontakan rakyat Kalimantan Utara,
seperti peristiwa kalabakan dimana Peleton X dari KKO AL berhasil menewaskan 8
prajurit Inggris termasuk perwiranya dan melukai 38 prajurit lainnya, kemudian
penyergapan pos mapu yang di lakukan oleh RPKAD yang berhasil menewaskan
beberapa pasukan Inggris termasuk seorang dari SAS. Secara kualitas tentu
kemampuan pasukan Indonesia tidak perlu diragukan mengingat pengalamannya yang
sudah terbiasa menghadapi berbagai konflik meski dalam keterbatasan. Namun
tiadanya dukungan alutsista secara langsung dilapangan tentunya mempersulit
manuver pasukan gerilya.
Dalam konfrontasi tertutup ini militer
Indonesia tidak dapat mengerahkan unit – unit tempurnya secara total karena
belum adanya pernyataan perang oleh Soekarno yang di nyatakan secara resmi.
Sehingga penggunaan unit – unit tempur hanya sebatas pada patroli dan
pengawasan perbatasan saja. Beda dengan Malaysia yang di bantu Negara commontwealth
lainnya di mana secara teratur mereka terus menerus melakukan tembakan howitzer
ke sepanjang perbatasan Kalimantan timur dan barat.
VI. G30S/PKI
dan Berakhirnya Konfrontasi
Upaya untuk menghentikan konfrontasi
sebenarnya sudah di mulai sejak bulan januari tahun 1964 di Tokyo namun
hasilnya tidak memuaskan. Kemudian bulan juli 1965 upaya tersebut kembali di
lakukan di Hotel Amarin Bangkok. Para pimpinan ABRI sepakat konfrontasi harus
segera di hentikan demi keselamatan Negara dari bahaya agresi, sehingga upaya
mencari kontak ke PM Persekutuan Tanah Melayu Tengku Abdul Rahman perlu
dilakukan melalui para pengusaha besar yang biasa melaksanakan hubungan dagang
antara Jakarta – Kuala lumpur – Singapura – Bangkok dan Hongkong antara lain
Yerri Sumendap, Jan Walandauw, Daan Mogot, Welly Pesik dan orang – orang
Indonesia yang ada di Malaysia. Upaya penghentian konfrontasi tersebut di
kendalikan langsung oleh Mayjen Soeharto melalui Letkol Ali Murtopo di bantu
oleh sejumlah perwira antara lain : Mayor L.B Moerdani, Letkol A. Rachman Ramli
dan Letkol Soegeng Djarot.
Saat sejumlah pimpinan ABRI sedang berusaha
menghentikan konfrontasi khususnya AD, terjadilah G30S yang dilakukan oleh PKI
dengan menculik dan membunuh para petinggi AD untuk mengambil alih kekuasaan
dan mengganti Ideologi Negara menjadi komunis. Akibat adanya pemberontakan PKI
di Jakarta membuat komunikasi dengan Malaysia terhenti sementara karena seluruh
perhatian Angkatan Perang Republik Indonesia di pusatkan pada tindakan
penumpasan unsur G30S/PKI. Setelah berhasil di tumpas, pada tanggal 27 Mei 1966
hubungan dengan Malaysia kembali di lanjutkan dan ditingkatkan. Kemudian tanggal
29 Mei sampai dengan 1 Juni 1966 terjadilah perundingan Bangkok yang di pimpin
oleh Menteri Utama Bidang Luar Negeri Adam Malik dimana dari hasil perundingan
tersebut disepakati adanya penghentian konfrontasi dan di tariknya kekuatan
militer kedua belah pihak dari perbatasan secara berangsur – angsur.
VII. Perang
Dingin Menyeret Indonesia Ke Dalam Konflik Berkepanjagan
Seperti yang kita ketahui bahwasannya di
antara tahun 1947 – 1991 dunia sedang dilanda perang dingin yang melibatkan Uni
Soviet dengan Blok Timurnya dan AS dengan Blok Baratnya. Selama dalam kondisi
perang dingin kedua Negara Adi Kuasa saling berebut pengaruh lewat ideologi,
psikologi, industri, teknologi, kompetisi sampai dengan perlombaan senjata dan
tidak jarang saling mengintip kekuatan lawannya masing – masing.
![]() |
Perang Vietnam dampak dari perang dingin |
Selain Vietnam, Indonesia juga mengalami
dampak yang sama imbas dari perseteruan blok timur dan barat yaitu munculnya peristiwa
G30S/PKI dan Konfrontasi dengan Malaysia. Di Indonesia PKI yang komunis
berusaha mengulingkan pemerintahan yang sah kemudian merubah ideologi Pancasila
menjadi komunis, selain itu PKI juga mendorong Indonesia membuka konfrontasi
total dengan Malaysia untuk membantu Uni Soviet mengkomuniskan dunia dengan
mengusir Inggris dan sekutunya dari tanah persekutuan melayu.
VIII. Bukti
Keterlibatan Dua Blok di Indonesia
Jejak keterlibatan dua blok di Indonesia sejak
orde lama sampai dengan orde baru dapat kita lihat dari adanya deal – deal hingga munculnya pemberontakan yang disokong oleh keduanya.
AS dengan blok baratnya :
1. Mendukung pemberontakan PRRI/Permesta pada
tahun 1957, yang kemudian tanggal 18 Mei 1957 salah satu “tentara bayarannya” bernama
Allen Lawrence Pope pesawatnya (B-29) tertembak jatuh oleh kapal perang
Indonesia di perairan Ambon.
2. Usaha dan percobaan pembunuhan atas
Soekarno yang kemudian dikenal sebagai “Peristiwa Cikini” tahun 1957,
mengakibatkan 45 karyawannya luka dan 9 orang meninggal.
3. Dukungan senjata dari AS untuk militer
Indonesia tanggal 19 agustus 1958.
Sedangkan Uni Soviet dengan blok timurnya :
1. Melakukan dukungan lewat KGB yang kemudian
meminta seorang agen Cekoslovakia membuat dokumen Gilchrist sebagai alat disinformasi
(penyesatan informasi) yang akan menyudutkan AD lewat isu “Army local
friends”
2. Mendukung 100.000 pucuk senjata jenis
Chung lewat RRC untuk mempersenjatai angkatan kelima PKI yang terdiri dari buruh
dan tani.
3. Menyediakan ribuan tentara regular dari
RRC yang siap di mobilisasi ke Indonesia dan menyiapkan sekuadron udara untuk
membantu Indonesia menghadapi operasi CIA di Riau dimana AS tengah menyiapkan
Armada ke-7 untuk menginvasi Indonesia.
4. Memudahkan proses pembelian senjata untuk
memperkuat militer Indonesia melawan Belanda di Irian Barat dengan syarat
Indonesia bersedia membesarkan Partai Komunis di Indonesia dan membantu
pemberontakan rakyat Kalimantan Utara yang seideologi (komunis).
IX.
Kesimpulan
Keberanian Soekarno membawa Indonesia
berhadapan dengan negara – negara yang tergabung dalam NATO dan SEATO dimana negara
adi daya AS memberikan dukungan penuh patut kita acungi jempol. Namun seperti
yang kita ketahui diatas Soekarno tidak sendiri karena ada Uni Soviet dan
sekutunya yang mendukung penuh aksi tersebut.
Meskipun Indonesia pada tahun 1955 telah
tergabung dalam GNB pada kenyataannya sekitar tahun 1960 Indonesia secara tidak
langsung telah memihak pada salah satu blok. Dari keterlibatan blok timur ini
kemudian berlanjut pada lahirnya konfrontasi kedua yang di kenal Dwikora pada tahun
1964 – 1966 sesuai dengan deal yang
sudah di sepakati antara Indonesia dan Uni Soviet saat memperjuangkan Irian
Barat (Trikora).
Jadi, pada intinya ganyang Malaysia yang
digagas oleh Soekarno tidak murni dari ide sang maestro melainkan juga adanya
dorongan pihak lain dalam hal ini adalah partai komunis Indonesia dan Uni
Soviet dengan blok timurnya yang ingin mengkomuniskan dunia dengan memanfaatkan
“kebuntuan” Indonesia saat menghadapi Belanda di Irian Barat. Hal ini dapat
kita lihat dari dibentuknya 1 Brigade Sukarelawan oleh Soekarno untuk membantu
perjuangan rakyat Kalimantan utara yang komunis menentang pemerintahan Inggris
di persekutuan tanah melayu (Malaysia) serta usaha Soekarno yang mati – matian
melindungi partai komunis di Indonesia. Ini adalah bukti yang tak terbantahkan
dimana perang dingin yang terjadi antara tahun 1941 – 1991 telah memberikan
dampak / pengaruh yang luar biasa bagi kelangsungan bangsa Indonesia khususnya
dalam kebijakan politik Indonesia yang di kenal keras dan revolusioner.
Sejak meletusnya G30S/PKI, semua kebijakan
politik Indonesia seketika itu berubah dan berbalik menghancurkan kekuasaan
partai komunis itu sendiri. Dan tanggal 1 Juni 1966, disepakati adanya
penghentian konfrontasi dengan Malaysia melalui perundingan yang kemudian di
sebut sebagai Bangkok Agreement. Tahun
1967, Soeharto didaulat menjadi Presiden RI ke-2 oleh MPRS.
X. Pendapat
Penulis Tentang Soekarno
Di mata penulis Soekarno adalah seorang bapak
bangsa yang berjiwa besar serta seorang nasionalis sejati. Selama penulis
membuat tulisan ini, penulis dapat meraskan seperti apa situasi serta
kegundahan seorang Soekarno pada waktu itu khususnya saat dihadapkan pada
pilihan yang amat sulit ketika memperjuangkan Irian Barat. Di satu sisi,
Soekarno harus mengembalikan Irian Barat ke wilayah Indonesia dalam satu
kedaulatan yang utuh. Namun disisi lain Soekarno dengan terpaksa harus menerima
tawaran Uni Soviet untuk memperkuat partai komunis yang sudah jelas – jelas
pernah berusaha meruntuhkan kekuasaannya melalui pemberontakan Madiun tahun
1948. Dan yang paling berat adalah membawa Indonesia berhadapan dengan Negara
commontwealth di Malaysia dimana seperti yang kita ketahui saat itu kondisi
Indonesia sedang dalam tidak fit
serta tidak memungkinkan untuk menang namun langkah tersebut harus tetap
diambil sebagai bukti bahwa Indonesia konsisten dengan keputusannya.
Mungkin disinilah tidak semua orang tahu apa
yang ada di benak Soekarno pada waktu itu. Demi memegang teguh komitmen kepada
kawan timurnya, Soekarno secara terbuka membela mati – matian partai komunis
meski di hujat sebagian rakyatnya dan berusaha menyeimbangkannya dengan AD yang
tentu saja adalah musuh bagi partai komunis tersebut, hingga akhirnya Soekarno
tenggelam karena tidak mampu memikul keduanya.
Suatu pilihan yang pahit tapi harus tetap di
telan agar Indonesia tetap berada di atas kejayaannya dan hidup sebagai bangsa
yang benar – benar berdaulat penuh atas wilayahnya.
“Saya yang memperjuangkan Negara kesatuan
dari muda sampai tua, kok sampai pecah persatuan. Kalau harus tenggelam biarlah
saya yang tenggelam” Bung Karno.
Oleh : Y. Aris Setiawan
Sumber Reff :
1. Buku “Kompi X di
Rimba Siglayan” karya Supoduto Citrawijaya
2. Buku “Sejarah TNI
Jilid III Tahun 1960 - 1965” karya Mabes TNI
3. Buku “Jenderal Besar
HM. Soeharto Mengukir Dua Momentum Bagi Keselamatan Bangsa dan Negara” karya
Drs. Bakri A.G Tianlean
4. Buku “Mengapa
G30S/PKI Gagal?” karya Mayjen (Purn) Samsudin
5. http://www.sejarahperang.com/2011/10/23/menyusup-ke-malaysia/
6. http://politik.kompasiana.com/2011/04/05/pemikiran-dan-strategi-dn-aidit-dari-bangkitnya-pki-1951-sampai-gerakan-30-september-1965-354374.html
Thanks for reading & sharing NIRMILITER
0 komentar:
Posting Komentar