Paskibra sebagai salah satu kegiatan membentuk karakter bangsa |
Memasuki abad-21 kita akan mengalami kehidupan yang cukup perbedaannya dari masa sebelumnya. Karena kita akan menghadapi sekurang-kurangnya tiga tantangan utama (Sayidiman Suryohadiprojo dalam Simposium Futourologi) yakni :
1. Keharusan Indonesia
untuk mampu mengikuti dinamika dan kemajuan bangsa lain di wilayah Asia
Pasifik, pada hal bangsa-bangsa ini sedang dalam perkembangan yang amat
dinamis.
2. Kemampuan untuk
mengambil manfaat sebaik-baiknya dari potensi kekayaan alam yang terdapat di
wilayah nasional bagi kepentingan rakyat Indonesia umumnya.
3. Pertambahan
penduduk yang terus berjalan dengan cukup deras, salah satu akibat dari
pertambahan penduduk itu adalah peningkatan angkatan kerja yang besar.
Ketiga
tantangan tersebut ada hubungannya satu sama lain dan saling mempengaruhi.
Ketidak mampuan Indonesia untuk mengikuti dinamika dan kemajuan bangsa lain
akan berpengaruh amat besar kepada kondisi dalam negerinya dan hubungannya
dengan bangsa lain yang lebih mampu dan dinamis akan mengambil manfaatnya.
Akibatnya bahwa kita harus hidup dalam alam yang rusak bahkan akan mengalami
sejarah penjajahan kembali, sekalipun dalam bentuk lain.
Ketidakmampuan
untuk mengimbangi peningkatan angkatan kerja dengan penciptaan kesempatan
kerja, kita dihadapkan pada pengangguran yang tidak kecil. Gejolak sosial ini
akan mempengaruhi keadaan politik dan keamanan.
Kesadaran
Kesadaran
berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan bangsa mempengaruhi
kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak akan selalu positif. Bisa saja
pada suatu masa kesadaran tersebut tidak seutuh dengan masa sebelumnya.
Bermacam-macam
hal yang dapat berpengaruh terhadap kesadaran berbangsa dan bernegara. Berbagai
faktor dalam negeri seperti dinamika kehidupan warga negara, telah ikut memberi
warna terhadap kesadaran berbangsa dan bernegara tersebut. Demikian pula
perkembangan dan dinamika kehidupan bangsa-bangsa lain di berbagai belahan
dunia, tentu berpengaruh pula terhadap kesadaran itu. Salah satu faktor yang
amat berpengaruh adalah perkembangan dan temuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek). Faktor tersebut membuat dunia semakin “telanjang” dalam arti semakin
terbuka dan terlihat oleh semua bangsa-bangsa di dunia. Hal ini selanjutnya
menimbulkan suasana saling mempengaruhi juga menyentuh kesadaran berbangsa dan
bernegara.
Semangat hidup membangsa
Sebagai
bangsa yang relatif muda yang harus berjuang dengan berbagai masalah kebutuhan
primer ekonomi, sosial budaya dan politik yang mengancam eksistensi bangsa
Indonesia.
Ideologi
kebangsaan dan cita-cita untuk merdeka dari cengkeraman imperialis yang pernah
menyatukan dan menggerakkan seluruh rakyat Indonesia sekarang memerlukan
redefinisi dan reartikulasi karena secara politis kita telah merdeka. Namun
wawasan kebangsaan (Nation hood) dan kemanusiaan tergeser oleh agenda
kepentingan ideologi kelompok.
Semangat
persatuan dan kesatuan yang dijiwai oleh Pancasila adalah nilai Normatif yang
telah diperjuangkan melalui Nation and character building oleh pendiri bangsa.
Proses itu harus kita lanjutkan dan kembangkan serta tidak boleh terhenti sejak
kita memutuskan membangun negara kesatuan Republik Indonesia merdeka dengan
tonggak-tonggak sejarah Boedi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), dan
Proklamasi Kemerdekaan RI (17 Agustus 1945).
Bahwa
dengan perubahan tata nilai dalam masyarakat akibat dari proses perubahan yang
tidak pernah terhenti baik secara struktural sosial maupun kultural, maka
nilai-nilai kebangsaan yang telah menjadi kesepakatan nasional dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia. 17 Agustus 1945 kiranya masih sangat
relevan dalam upaya mempertahankan keutuhan bangsa dari ancaman disitegrasi
yang mengancam persatuan bangsa.
Bung
Karno pernah mengajukan plaform pertama dan utama yaitu :
1. Tekad untuk hidup
bersama
2. Membentuk satu
bangsa berdasarkan kesamaan ciri oleh sebab bersamaan nasib
3. Secara geopolitik
tanah air Indonesia adalah suatu negara bangsa (nation state).
Untuk
itu kiranya sangat perlu dan mendesak guna mencegah kerawanan ini, maka sangat
perlu diteruskan pola pembinaan kesatuan bangsa melalui kesadaran bela negara.
Alex Suseno, mengungkapkan bahwa komitmen hidup membangsa merupakan sinyalemen
yang harus dijawab dengan adanya terobosan budaya. Suatu terobosan dengan
paradigma sosial baru yang menggunakan bela negara dalam bahasa budaya. Agar
generasi Panca 45 dapat tampil dengan suatu prakarsa yang unik tapi orisional,
unik karena memberi jalan keluar, orisional karena berakar pada budaya sendiri.
Secara
konstitusional Pasal 27 (3) dalam amandemen kedua menxebutkan bahwa “Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” dan
Pasal 32 (1) amandemen keempat menyebutkan “Negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Kedua
Pasal di atas disinergikan sebagai interpretasi kritis, sehingga muncul
statemen “Kebudayaan nasional Indonesia yang berintikan kesadaran hak bela
negara” yang disingkat dengan Budaya Hak Bela Negara (BBNI).
Budaya bela negara
Masih
ada persepsi bahwa bela negara adalah tugas TNI dan POLRI, sedangkan pengertian
bela negara merupakan tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
rasa kecintaan kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Dengan demikian perlu upaya
sosialisasi kepada masyarakat luas.
Bela
negara merupakan kegiatan yang dilahirkan oleh setiap warga negara sebagai
penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan negara.
Mengutip Muhammad Azhar, bahwa bela negara seperti membela tanah air (bersifat
geografis), mencintai tanah air (bersifat psikologis), stabilitas negara
(bersifat security) dan loyalitas terhadap bangsa dan negara (bersifat
dedikatif).
Pembudayaan
bela negara dangan memberikan pengertian, pemahaman mengenai bela negara agar
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Bela Negara diperdayakan sebagai
pemberian kekuatan dan daya kemampuan kepada masyarakat untuk dapat
melaksanakan bela negara. Masyarakat yang mempunyai kemampuan bela negara
adalah memiliki kemampuan kesadaran melaksanakan hak dan kewajiban dalam
berbagai kegiatan sebagai makhluk sosial dan sebagai warga negara. Pemberdayaan
ini tentu saja diimbangi dengan keteladanan sikap moral dan rasa kebanggaan
nasional.
Gandi
misalnya, menjadi seorang besar oleh karena ia mempunyai kepercayaan yang kuat
tentang arti hidup bangsanya, sehingga menciptakan pikiran, perbuatan dan
cita-cita untuk perjuangan bagi bangsanya.
Agenda
budaya bela negara sesungguhnya merupakan agenda seluruh bangsa. Penanaman
semangat bela negara merupakan suatu proses perubahan perilaku sesuai dengan
pranata sosial maka perlu dilakukan pembinaan yang berkesinambungan. Dalam
proses budaya bela negara hendaknya memperhatikan generasi muda sehingga proses
pembudayaan tumbuh dengan baik, karena kaum muda merupakan pelaku budaya pada
masa mendatang.
Peradaban
Telah
kita sepakati bahwa budaya adalah hasil budidaya manusia yang dikaruniai Tuhan
dengan kemampuan cipta rasa dan karsa. Berbicara tentang budaya (kebudayaan)
tidak dapat lepas dari peradaban. Peradaban atau “Civilization” yang diartikan
sebagai pertumbuhan manusia dalam penguasaan pengetahuan dan kecakapan yang
mendorongnya untuk mencapai perilaku yang lebih luhur.
Budaya
nasionalisme merupakan produk peradaban umat manusia. Kehidupan yang beradab
adalah kehidupan yang hanya terdapat di dalam kehidupan manusia yang tidak
terjadi dengan sendirinya. Peradaban harus didesain dengan kesadaran,
kesengajaan, kebersamaan dan komitmen yang didasarkan atas nilai-nilai luhur.
Bahwa
Indonesia sebenarnya memiliki semua syarat dan sifat untuk tidak bersatu. Namun
demikian kesatuan dapat diwujudkan. Hal itu karena sebuah keberhasilan
perjuangan. Selama lebih dari setengah abad sejak kemerdekaan, yang kita kenal
hanya satu bangsa, satu idiologi. Sejak itulah manusia Indonesia dapat hidup
lebih tinggi sebagai sebuah kesatuan bangsa, terlihat oleh peradaban yang
dilandasi dengan nilai-nilai sepiritual, moral dan idiologis.
Wawasan kebangsaan
Bagaimanakah
mengenai konsep wawasan kebangsaan serta langkah apa yang harus kita lakukan? Francis
Fukuyama (pada Komaruddin Hidayat dalam Seminar Reorientasi Wawasan Kebangsaan
di era demokrasi, 2001) menyebutkan bahwa kita perlu membangun dan memelihara
apa yang disebut dengan “social capital” yang positif untuk pengembangan bangsa
ini. Social Capital yang dimaksud adalah nilai-nilai tradisi dan cita-cita
social yang telah tumbuh yang kita sepakati sangat positif nilainya untuk masa
depan bangsa dan asset pengembangan peradaban sebuah bangsa.
Mengingat
wawasan kebangsaan bermuatan nilai-nilai dan cara pandang terhadap dunia
sekelilingnya, sesungguhnya kita telah memiliki “social capital” yang amat
berharga yang terdapat pada budaya dan agama.
Guna
mendukung pengembangan budaya dan agama tadi seyogyanya diberi format atau
bingkai institusi yang mendukungnya dalam kontek kemoderenan. Sehingga khasanah
ajaran etika dan agama dari berbagai daerah yang begitu mulia memperoleh wadah
dan pengembangan dalam sebuah sistim politik yang demokratis dan accountable.
Dengan
demikian, apa yang pernah dikemukakan oleh Alex Suseno bahwa budaya bela negara
muaranya nanti pada kualitas manusia Indonesia yang patriotik religius dan
religius patriotik.
Tentu
saja statemen di atas menjadikan wawasan kebangsaan yang bermuatan budaya bela
negara dalam perwujudan watak patriotik
religius dan religius patriotik.
Bangsa yang manakah? Ya seluruh Warga Negara Indonesia (WNI).
Sbr
: Belanegara RI
Thanks for reading & sharing NIRMILITER
0 komentar:
Posting Komentar