Anak - anak SD calon pemimpin bangsa dimasa depan |
Konsep Wawasan Kebangsaan
Konsep
wawasan kebangsaan sebenarnya telah tercetus pada waktu diikrarkannya Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai tekad perjuangan bangsa yang merupakan
konvensi nasional tentang pernyataan eksistensi bangsa Indonesia yaitu: satu
nusa, satu bangsa, dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Sosialisai wawasan kebangsaan |
Wawasan Kebangsaan adalah suatu wawasan yang
mementingkan kesepakatan, kesejahteraan, kelemahan, dan keamanan bangsa sebagai
titik tolak dalam berfalsafah berencana dan bertindak. (Parangtopo, 1993)
Sebagai
suatu cara pandang, wawasan kebangsaan menentukan cara suatu bangsa
mendayagunakan kondisi geografis negaranya, sejarah, sosial budaya, ekonomi,
dan politik serta pertahanan dan keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin
kepentingan nasionalnya. Wawasan ini juga menentukan bagaimana bangsa itu menempatkan
dirinya dalam tata cara berinteraksi dengan sesama bangsanya serta dalam
pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
Dalam wawasan kebangsaan, terkandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa. Selain itu, wawasan kebangsaan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan mendatang serta berbagai potensi yang dimiliki bangsa.
Nilai wawasan kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki 6 (enam) dimensi manusia yang bersifat basic dan fundamental, yaitu;
1. Penghargaan
terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang
MahaKuasa,
2. Tekad bersama untuk
berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan bersatu,
3. Cinta tanah air dan
bangsa,
4. Demokrasi atau
kedaulatan rakyat,
5. Kesetiakawanan
sosial,
6. Masyarakat adil dan
makmur.
Pentingnya Penerapan Nilai-Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
Apabila
kita menelaah kembali satu-persatu masalah yang telah dan sedang terjadi di
negara kita akhir-akhir ini, kita akan dapat melihat dengan jelas pentingnya
pemahaman konsep dan penerapan nilai-nilai wawasan kebangsaan di negara kita.
Sebagai contoh, maraknya kemaksiatan di tengah masyarakat serta korupsi dan manipulasi dikalangan pejabat terjadi karena menurunnya moral keagamaan bangsa kita. Meskipun negara kita adalah negara dengan jumlah pemeluk agama Islam yang tertinggi di dunia, nilai-nilai keTuhanan masih berupa ritual yang dipahami sebatas simbol dan belum menjiwai perilaku keseharian masyarakat maupun para petinggi negara kita.
Contoh-contoh nyata lainnya adalah lepasnya Timor-Timur dari pangkuan Republik Indonesia, insiden-insiden bernuansa makar yang terjadi di Papua, Aceh, dan Maluku, kerusuhan etnis di Sampit dan Ambon, serta terorisme yang sedang menghangat akhir-akhir ini. Bagaimana mungkin seorang anak bangsa mau melakukan pemboman di negeri sendiri dan mengorbankan saudara sebangsa, jika mereka memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi? Yang juga mengherankan adalah munculnya golongan-golongan radikal yang tidak lagi menghormati Pancasila sebagai dasar negara dan sang Merah Putih sebagai bendera nasional, padahal di satu sisi, kepentingan dan keselamatan mereka dijaga dan dihormati oleh negara. Inilah akibat dari hilangnya tekad kebersamaan sebagai suatu bangsa dan rasa cinta tanah air sehingga kepentingan golongan menjadi suatu hal yang harus diperjuangkan di atas kepentingan negara dan masyarakat.
Pengkhianatan terhadap kedaulatan rakyat yang membawa kerusakan terhadap kehidupan demokrasi juga merupakan hal yang biasa terjadi saat Pemilihan Umum berlangsung. Kesetiakawanan sosial juga telah semakin luntur. Masyarakat yang adil dan makmur masih belum terwujud ditandai dengan masih tingginya kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.
Untuk mengatasi dan mencegah semua masalah tersebut di atas, penanaman dan penguatan konsep yang diwujudkan dengan penerapan nilai-nilai dasar wawasan kebangsaan menjadi agenda yang harus segara dilakukan jika kita ingin menyelamatkan bangsa dan negara kita. Dalam menerapkan konsep wawasan kebangsaan, Seminar Pendidikan Wawasan Kebangsaan (1993) mengemukakan perlunya 2 (dua) aspek sebagai berikut:
1. Aspek Moral,
mensyaratkan adanya perjanjian diri (commitment) pada seseorang atau masyarakat
untuk turut bekerja bagi kelanjutan eksistensi bangsa dan bagi peningkatan
kualitas kehidupan bangsa.
2. Aspek Intelektual,
menghendaki pengetahuan yang memadai mengenai tantangan-tantangan yang dihadapi
bangsa serta potensi-potensi yang dimiliki bangsa.
Konsep
tanpa adanya komitmen untuk bertindak ibarat mimpi di siang bolong. Karena itu,
harus ada suatu gerakan moral berskala nasional, entah apapun namanya, resmi
maupun tidak resmi, sebagai suatu statemen nasional untuk bersama-sama
mendukung serta menerapkan nilai-nilai wawasan kebangsaan. Media-massa sebagai
penyalur informasi memegang peranan penting dalam hal ini dan harus memiliki
komitmen tinggi terhadap pemulihan semangat nasionalisme. Kebebasan pers harus
dimaknai secara bertanggung-jawab, sehingga konsep wawasan kebangsaan selalu
tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Hal yang terasa sepele namun
cukup bermakna misalnya adalah penayangan film-film dokumenter tentang
perjuangan bangsa, serta pemutaran lagu-lagu nasional di televisi pada jam-jam
yang cukup efektif untuk membentuk karakter dan kesadaran masyarakat tentang
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Komitmen yang bersungguh-sungguh dari segenap lapisan dan komponen bangsa secara angsung maupun tidak langsung akan menggugah semangat dan intelektualitas bangsa sehingga mereka selalu waspada dan siap menghadapi tantangan-tantangan era modern dengan segenap potensi yang ada. Pada gilirannya, penerapan konsep wawasan kebangsaan yang baik akan dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya sebagai obyek dan sekaligus subyek usaha pembangunan nasional menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Amin.
Referensi:
"Pendidikan Wawasan Kebangsaan",
Tantangan dan Dinamika Perjuangan Kaum Cendekiawan Indonesia, Lembaga
Pengkajian Strategi dan Pembangunan & PT Gramedia Widia Sarana Indonesia,
Jakarta, 1994.
Dimensi Rohani dan Wawasan Kebangsaan Dalam
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bintoro Tjokroamidjojo, 1996.
Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Drs. Idup Suhady, M.Si dan Drs. A.M. Sinaga, M.Si, 2006.
Sbr : Mister Guru
Thanks for reading & sharing NIRMILITER
0 komentar:
Posting Komentar