Sejak diratifikasinya revitalisasi
pertahanan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
tahun 2010 yang lalu. Sudah mulai banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
strategis yang pada awalnya menurun produktifitasnya kemudian perlahan mulai
bangkit kembali. Hal ini dikarenakan dalam kebijakan revitalisasi pertahanan pemerintah
mengharuskan setiap pengadaan alutsista beserta perangkat pendukungnya wajib
diadakan melalui BUMN strategis lokal. Sedangkan bagi alutsista pertahanan yang
tidak bisa dipenuhi oleh BUMN strategis lokal bisa diadakan dari perusahaan
luar negeri melalui beberapa mekanisme Pemerintah dengan Pemerintah (G to G)
dengan cara transfer teknologi. Revitalisasi pertahanan dilakukan pemerintah dengan
tiga rencana strategis (Renstra) dan setiap Renstranya berjangka lima tahun.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah
salah satu komponen utama alat pertahanan negara yang bertugas pokok menjaga
kedaulatan dan mengeliminir segala bentuk ancaman negara baik dari dalam maupun
dari luar selalu membutuhkan dukungan alutsista yang mumpuni dan terupdate
secara teknologi guna menjaga kelancaran operasionalnya. Untuk memenuhi
kebutuhan TNI yang demikian maka dibutuhkan peran BUMN strategis lokal yang
sangat capable agar dapat menyuplai
semua kebutuhan alutsista TNI beserta perangkat pendukungnya dengan baik dan
tepat waktu serta hemat dalam pembiayaan.
Seperti yang kita ketahui Indonesia
sebagai negara yang berada di persilangan kepentingan global membuat keberadaannya
selalu menjadi incaran banyak negara dan berpotensi terjadinya konflik antar Negara serta terjadinya pelanggaran –
pelanggaran wilayah yang kerap dilakukan oleh negara lain.
Pelanggaran
batas wilayah
Kita sering mendengar bagaimana media – media nasional
memberitakan berbagai pelanggaran perbatasan wilayah yang dilakukan oleh
sejumlah Negara tetangga mulai dari pelanggaran batas udara, darat dan laut.
Dilihat dari catatan Kementrian Polhukam telah tercatat Provinsi Kalimantan
Timur adalah salah sau wilayah Indonesia yang paling sering mengalami
pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh Negara lain. Sebanyak 21 kali
pelanggaran dilakukan oleh kapal perang Malaysia dan 6 kali oleh kapal polisi
maritim Malaysia.
Sepanjang tahun 2008, sudah 16 kali terjadi
pelanggaran wilayah udara di Kalimantan timur, 3 kali di atas papua, 2 kali di
atas selat malaka dan 7 kali diwilayah lain di Indonesia. Sedangkan untuk batas
darat pelanggaran batas wilayah sering berupa pemindahan patok – patok batas
wilayah di Kalimantan barat, sector tengah, utara gunung mumbau, taman nasional
betung kerihun, kecamatan putu sibau serta kabupaten Kapuas hulu.
Kecenderungan terjadinya pelanggaran batas wilayah
dikarenakan suatu hal yang menurut kita adalah permasalahan klasik yang
seharusnya bisa dibenahi akan tetapi hal itu tidak pernah terjadi dikarenakan lemahnya
will (keinginan) pemerintah dalam hal
pengawasan dan pengelolaan. Sehingga oleh Negara lain kita dianggap lemah dalam
hal pengelolaan wilayah ditambah alat yang digunakan untuk menjaga wilayah
tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya dan mengakibatkan
pengawasan kurang maksimal.
Revitalisasi
memperkuat wilayah
Dengan adanya program revitalisasi pertahanan yang di
gagas oleh pemerintah, Indonesia berusaha menyetarakan kekuatan yang ada di
kawasan tapi dalam hal ini lebih di fokuskan pada modernisasi alutsista yang
sudah dianggap ketinggalan (kuno). Berikut daftar belanja pengadaan alutsista
TNI dalam rangka menyeimbangkan kekuatan pertahanan TNI sekaligus modernisasinya
:
Angkatan Darat
1. Satu Batalyon Tank Leopard
2. Satu Batalyon MLRS. Sistem ini mampu melintas
sampai 7 Km.
3. Heli Serang
4. Meriam 155 dengan jarak tembak 40 Km
5. Modernisasi roket penangkal udara untuk menembak pesawat.
Angkatan Laut
1. 4 Kapal (Kapal Selam buatan Korea , Kapal Cepat Rudal, Kapal PKR, BCR
Kapal Latih).
2. 4 Pesawat (Pesawat Patroli Maritim, Pesawat Anti Kapal Selam, Pesawat
Angkut, Pesawat Anti Kapal Permukaan)
3. Menambah pembentukan pangkalan Komando Wilayah Laut dan Pos Angkatan
Laut.
4. Menambah 1 Divisi Marinir
5. Satu Batalyon Tank Amphibi BMP3F
6. Amunisi Roket dan Meriam
Angkatan Udara
1. Menambah 6 Pesawat Tempur Sukhoi
2. Hibah 30 unit pesawat tempur F 16, 24 pesawat di upgrade dan 6
pesawat cadangan
3. 6 unit Helikopter Air Strike T50 Korsel
4. 9 Pesawat Hercules, dimana 4 pesawat merupakan hibah dan 5 pesawat
akan membeli dari negara lain.
5. 9 Pesawat C295
6. Mengganti Pesawat Obitent dengan EMB 314 / A-29 Super Tucano dari Brazil.
7. Upgrade 3 boeing 737
8. Mendapatkan CN 235 untuk patroli maritim
9. 9 Helicopter Co Guard atau EC 275
10. 24 unit pesawat LOB Jerman
11. 24 unit KT One untuk Aerobatic
12. Rudal Orlicon dan Asram atau Air to Air Shoot Ring Missile
(Dok : Renstra I tahun 2010 – 2014)
Apabila kita melihat daftar pengadaan alutsista TNI
diatas sudah cukup jelas bahwa Indonesia sedang berusaha membangun kembali bargaining power-nya melalui revitalisasi pertahanan yang dicanangkan secara bertahap selama 4 Renstra dan
tiap Renstranya di hitung 5 tahun.
Menurut data hasil Rapim 2010 dua
tahun yang lalu, beberapa alutsista yang telah dibeli nantinya akan lebih
banyak ditempatkan di perbatasan kalimantan hal ini menandakan pemerintah dan
TNI sudah mulai serius dalam memantau titik – titik perbatasan yang dinilainya
masih kurang pengawasan sehingga perlu adanya penambahan kekuatan yang
sekaligus dapat berperan sebagai penyeimbang dengan kekuatan negara tetangga.
Civis Pacem
Parabdllum, bila ingin damai bersiaplah untuk perang
Bagi negara yang sangat menjaga
eksistensi dan kedaulatannya semboyan diatas sangatlah memiliki makna dan bukan
sembarang semboyan. Maksud daripada “Bila ingin damai bersiaplah untuk perang”
adalah apabila kita ingin menjadi sebuah negara yang berdaulat, tenang dan
tidak ada gangguan maupun ancaman dari luar maka negara harus memiliki striking force yang handal, selalu siap sedia dengan angkatan perang yang dapat
dimobilisasi dan terus bersiaga dalam keadaan apapun. Dengan begitu musuh yang
ingin mengganggu kedaulatan negara akan berpikir seribu kali ketika hendak
mengintervensi,melanggar kedaulatan hingga menginvasi negara.
Sebagai perbandingan Singapura negara kecil yang
diapit dua Negara besar Indonesia dan Malaysia memiliki kekuatan perang yang tidak
bisa dianggap remeh. Singapura dalam memanajemen kekuatannya tidak hanya
berkutat pada segi kuantitas tapi juga kualitasnya diperkuat dengan penduduknya
yang mayoritas wajib militer (Wamil) selalu membuatnya siap perang bila sewaktu
– waktu mendapatkan gangguan dari luar.
Malaysia Negara utara Indonesia juga demikian, sebagai
Negara yang trauma akibat di konfontasi oleh Indonesia di tahun 1965 membuat
kebijakan pertahanannya hampir tidak pernah lepas memperhatikan perkembangan
angkatan perang Indonesia dari tahun ke tahun. Ketika Indonesia mulai mengalami
penurunan kekuatan, Malaysia mulai memberanikan diri melakukan provokasi ke
berbagai titik perbatasan RI – Malaysia dan puncaknya adalah lepasnya pulau
sipadan dan ligitan dari Indonesia tahun 2005, mengakibatkan hubungan bilateral
kedua Negara berkali kali mengalami kondisi panas dingin.
Namun ketika pemerintah Indonesia mencanangkan
revitalisasi pertahanan tahun 2010 dengan memperbarui sekaligus memodernisasi
semua unsur pertahanannya sedikit demi sedikit Malaysia mulai mengurangi
aktifitasnya yang dapat memprovokasi Indonesia.
Ini yang dimaksud bila ingin damai bersiaplah untuk
perang, dengan kekuatan yang terpelihara dan seimbang tidak akan ada lagi
Negara yang berani mengintervensi maupun mencoba – coba mengganggu kedaulatan
sebuah Negara yang sudah siap perang.
Oleh : Y. Aris Setiawan
Thanks for reading & sharing NIRMILITER
0 komentar:
Posting Komentar